June 27, 2025
toxic masculinity beritagenz.com

Di Balik Label “Cowok Gak Boleh Lemah”

Berutagenz.com – Sudah lama kita mendengar kalimat seperti: “Cowok itu harus tahan banting.” atau “Jangan cengeng, lo kan cowok.” Kalimat-kalimat semacam ini terasa akrab di telinga, apalagi di lingkungan keluarga atau sosial yang masih sangat kental dengan nilai tradisional. Tapi apakah label “kuat mental” itu memang keharusan mutlak bagi semua laki-laki?

Cowok harus kuat? Pertanyaan itu semakin relevan di zaman sekarang, apalagi ketika Gen Z mulai lebih vokal tentang kesehatan mental, ekspresi diri, dan tekanan sosial.

Mental Health: Hak Setiap Gender

Kesehatan mental bukan hak istimewa satu gender saja. Baik laki-laki maupun perempuan berhak merasa, bereaksi, dan mencari bantuan ketika mental mereka terganggu. Sayangnya, masih banyak laki-laki yang merasa “harus terlihat kuat” karena tekanan sosial dan stigma lingkungan.

Menurut laporan WHO, laki-laki justru lebih rentan menahan tekanan emosional dalam diam. Di beberapa negara, tingkat bunuh diri pada pria justru lebih tinggi dibanding perempuan, dan salah satu faktornya adalah karena mereka cenderung tidak terbuka terhadap bantuan profesional.

Budaya “Tahan Diri” Bikin Luka yang Dalam

Banyak cowok diajarkan sejak kecil bahwa menangis itu lemah, mengeluh itu memalukan, dan curhat itu tanda kekalahan. Akibatnya, mereka cenderung memendam, bahkan ketika mereka sedang dalam kondisi mental yang sangat lelah.

Dalam hubungan pun, ekspektasi ini sering muncul. Cowok dianggap sebagai pelindung, penopang, bahkan harus bisa menenangkan pasangannya kapan pun dibutuhkan, tanpa mempertanyakan apakah dirinya sendiri sedang butuh ditenangkan atau tidak.

Padahal cowok juga punya hari buruk. Mereka juga bisa insecure, bingung, bahkan takut. Tapi ketika respons pertama dari lingkungan adalah “ya lo harus tahan, lo kan cowok,” maka tidak heran kalau banyak pria merasa sendirian, bahkan saat dikelilingi orang lain.

Ekspektasi Maskulinitas yang Gak Realistis

Istilah “maskulinitas tradisional” merujuk pada sifat-sifat yang diasosiasikan dengan laki-laki, seperti kuat, dominan, tegas, dan tahan banting. Di satu sisi, gak ada yang salah dengan jadi kuat. Tapi masalah muncul ketika sifat itu dijadikan standar mutlak, dan siapa pun yang tidak memenuhinya langsung dianggap “kurang laki.”

Realitanya, setiap individu berbeda. Ada cowok yang sensitif, ada yang suka musik lembut, ada yang gampang cemas. Semua itu valid dan tidak mengurangi esensi jati diri seseorang sebagai laki-laki.

Ruang Aman untuk Curhat, Bukan Sekadar Meme

Belakangan ini, banyak akun meme dan konten di TikTok yang mulai menyentuh topik cowok dan mental health. Mulai dari konten lucu, sampai konten serius tentang trauma, kehilangan, bahkan tekanan ekonomi. Ini sinyal bahwa semakin banyak cowok Gen Z yang mulai berani bersuara.

Tapi platform yang benar-benar aman dan bebas judgment tetap minim. Teman dekat pun belum tentu bisa jadi tempat cerita. Karena itu, penting banget untuk terus edukasi bahwa cowok punya hak untuk merasa dan berekspresi.

Apa Solusinya?

  1. Validasi perasaan, bukan bandingkan penderitaan.
    Kalau ada cowok curhat, dengerin dulu. Jangan langsung bilang “orang lain juga ngalamin lebih parah.”

  2. Buka ruang diskusi antar gender.
    Ini bukan tentang adu siapa paling menderita, tapi soal saling memahami.

  3. Stop ngejek laki-laki yang ekspresif.
    Label kayak “cowok lemah” atau “gak jantan” udah ketinggalan zaman.

  4. Dorong cari bantuan profesional.
    Konselor, psikolog, atau bahkan komunitas diskusi bisa jadi tempat aman.

Kesimpulan

Cowok gak wajib kuat mental setiap saat ( cowok harus kuat ) . Mereka bukan robot, bukan tameng hidup, dan bukan tokoh fiksi yang tahan semua serangan. Mereka manusia, sama seperti semua orang. Kalau kita ingin hidup di generasi yang lebih sehat mental, maka saatnya sudahi ekspektasi toxic itu dan mulai bangun budaya baru: cowok juga boleh rapuh, dan itu bukan masalah.

Referensi :

https://id.wikipedia.org/wiki/Maskulinitas

toxic masculinity beritagenz.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *