Beritagenz.com – Belakangan ini, ramai diperbincangkan wacana pemerintah yang akan mengambil alih tanah nganggur — yaitu tanah yang tidak dimanfaatkan atau ditelantarkan — selama 2 tahun berturut-turut. Wacana ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Banyak yang bertanya-tanya: Apa benar tanah yang tidak digunakan selama 2 tahun akan diambil negara? Bagaimana aturannya?
Mari kita bahas secara hukum dan faktual berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Apa Itu Tanah Nganggur atau Terlantar?
Dalam konteks hukum agraria, istilah “tanah terlantar” merujuk pada tanah yang telah diberikan hak oleh negara kepada seseorang (individu atau badan hukum), tetapi:
- Tidak digunakan sebagaimana mestinya,
- Tidak dimanfaatkan atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan peruntukannya,
- Tidak dipelihara atau dirawat sesuai fungsi dan tujuannya,
- Dibiarkan kosong dalam waktu lama.
Tanah seperti ini sering juga disebut “tanah nganggur”, khususnya dalam bahasa sehari-hari masyarakat.
Dasar Hukum Tanah Terlantar
Aturan mengenai tanah terlantar diatur dalam:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
- Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
- Peraturan Menteri ATR/BPN No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
Dalam PP No. 11 Tahun 2010, dijelaskan bahwa jika tanah hak milik, HGU (Hak Guna Usaha), HGB (Hak Guna Bangunan), atau HP (Hak Pakai) tidak digunakan selama 2 tahun atau lebih secara berturut-turut, maka tanah tersebut bisa ditetapkan sebagai tanah terlantar, dan akan dikembalikan kepada negara.
Mekanisme Pemerintah Menertibkan Tanah Terlantar
Pemerintah, melalui Kementerian ATR/BPN, tidak serta-merta langsung mengambil alih. Ada tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu:
- Identifikasi Tanah
Petugas BPN akan melakukan identifikasi dan pengumpulan data tanah yang diduga tidak dimanfaatkan sesuai haknya. - Peringatan dan Pemberitahuan
Pemilik atau pemegang hak akan diberikan peringatan tertulis sebanyak tiga kali. Ada jangka waktu perbaikan (6-12 bulan) agar tanah digunakan sesuai peruntukannya. - Penetapan Tanah Terlantar
Jika tidak ada perbaikan atau tindak lanjut dari pemilik, tanah akan ditetapkan sebagai tanah terlantar. - Pengembalian Tanah ke Negara
Setelah melalui proses hukum dan verifikasi, tanah tersebut bisa dikembalikan ke negara, dan selanjutnya bisa diberdayakan untuk kepentingan umum, reforma agraria, atau investasi strategis.
Jenis Tanah yang Bisa Diambil Negara
Tidak semua tanah bisa diambil. Hanya tanah berstatus hak (bukan tanah warisan belum bersertifikat) yang secara sah terdaftar, tapi tidak digunakan sesuai tujuannya.
Contoh tanah yang berisiko diambil negara:
- Tanah HGU yang ditelantarkan oleh perusahaan.
- Tanah kavling bersertifikat yang tidak dibangun selama bertahun-tahun padahal berada di zona permukiman aktif.
- Tanah HGB yang dibiarkan kosong di tengah kota.
Bagaimana dengan Tanah Milik Pribadi?
Jika kamu punya tanah bersertifikat hak milik (SHM) dan tidak kamu gunakan, tidak serta-merta langsung diambil negara. Namun, jika:
- Lokasinya strategis,
- Tidak dikelola atau dimanfaatkan sama sekali,
- Ada kebutuhan kepentingan umum atau agenda reforma agraria,
Maka pemerintah bisa memasukkannya dalam proses penertiban tanah terlantar.
Tujuan Kebijakan Ini
Kebijakan penertiban tanah terlantar bertujuan untuk:
- Menghindari spekulasi tanah (membeli tanah hanya untuk disimpan),
- Memastikan ketersediaan lahan untuk pertanian, perumahan, dan pembangunan,
- Mendukung reforma agraria dan keadilan agraria.
Tips Agar Tanah Tidak Dianggap Terlantar
- Gunakan atau rawat tanah sesuai peruntukan (misalnya dijadikan kebun, lahan parkir, ditanami pohon, dll).
- Pasang plang kepemilikan, pagar, atau tanda aktivitas.
- Ajukan izin perpanjangan atau penundaan penggunaan jika ada alasan khusus.
- Simpan bukti-bukti pemanfaatan atau rencana penggunaan tanah.
Kesimpulan
Tanah yang dibiarkan nganggur atau tidak digunakan selama 2 tahun berpotensi diambil alih oleh negara, apalagi jika memiliki hak tertentu seperti HGU atau HGB. Namun, prosesnya tidak sepihak, karena ada tahap peringatan, verifikasi, dan kesempatan klarifikasi dari pemilik.
Bagi pemilik tanah, sebaiknya mulai memanfaatkan lahan miliknya agar tidak dianggap terlantar. Bagi pemerintah, kebijakan ini diharapkan menjadi solusi dari ketimpangan penguasaan tanah dan meningkatkan produktivitas lahan di Indonesia.